Penanaman Musim Hujan
Posted on Senin, 14 Oktober 2013
BUDIDAYA CABAI PADA MUSIM PENGHUJAN
Dari
bulan November sampai dengan April, sebagian besar petani cabai di
Brebes akan beralih ke komoditas padi. Sebab lahan pertanian di sana
akan tergenang air. Bahkan tidak jarang areal pertanian itu terlanda
banjir. Petani Brebes yang pada musim penghujan tetap bertahan menanam
cabai, jumlahnya hanya sedikit. Sebaliknya, pada bulan-bulan November
sampai dengan April, para petani lahan kering di pegunungan, justru akan
menanam cabai. Mereka adalah petani tradisional yang hasil produksinya
rendah, atau petani modern yang menggunakan benih unggul dan mulsa
plastik hitam perak. Tingkat kegagalan petani cabai tradisional maupun
modern di dataran tinggi ini relatif besar. Penyebab utamanya adalah,
kondisi cuaca musim penghujan, yang memang tidak ramah terhadap
komoditas cabai.
Kegagalan petani tradisional, kebanyakan
disebabkan oleh rendahnya kualitas benih. Biasanya mereka menggunakan
benih buatan sendiri, yang mutunya tidak sebaik benih impor. Faktor lain
yang menyebabkan kegagalan petani tradisional adalah, kecilnya tingkat
modal. Rata-rata petani tradisional hanya mengeluarkan modal di bawah Rp
5.000.000,- per hektar untuk satu musim tanam. Hingga input pupuk serta
pestisida yang mereka berikan ke tanaman juga sangat kecil. Akibatnya,
tanaman akan mudah terserang hama dan penyakit, terutama fusarium dan
pseudomonas. Kelebihan para petani tradisional ini adalah, lahan yang
mereka gunakan untuk bertanam cabai, umumnya masih terbebas dari cemaran
cendawan fusarium dan bakteri pseudomonas.
Meskipun para petani
cabai modern mampu menanamkan modal antara Rp 40.000.000,- sampai Rp
50.000.000,- per hektar per musim tanam, namun tingkat kegagalan mereka
juga masih tinggi. Penyebab kegagalan mereka antara lain adalah, lahan
yang mereka gunakan untuk bertanam cabai, umumnya berada di sekitar
jalan raya. Lahan dengan lokasi demikian, kebanyakan sudah tercemar
cendawan fusarium dan bakteri pseudomonas. Modal mereka yang relatif
tinggi, di lain pihak juga menuntut hasil yang tinggi pula. Pada musim
penghujan, umumnya intensitas sinar matahari tidak sebaik pada musim
kemarau. Hingga hasil yang diperoleh dari budidaya cabai pada musim
penghujan, pasti tidak akan setinggi hasil dari penanaman pada musim
kemarau.
Teknik budidaya para petani cabai modern umumnya sudah
sesuai dengan standar agribisnis internasional. Mereka menggunakan benih
impor, terutama dari Know You Seed, Taiwan. Benih unggul ini menuntut
penggunakan mulsa plastik hitam perak yang juga diproduksi oleh
pengusaha Taiwan. Petani cabai kita tidak pernah tahu, bahwa mulsa
plastik hanya digunakan pada budidaya cabai musim kemarau, dengan teknik
pengairan genangan maupun drip. Kalau teknik pengairannya dengan
penyiraman, maka mulsa plastik justru akan menjadi penghambat budidaya.
Demikian pula halnya pada budidaya musim penghujan, mulsa plastik yang
berguna untuk mempertahankan kelembapan tanah (selain untuk mencegah
tumbuhnya gulma), juga akan tidak berfungsi. Sebab pada musim penghujan,
tanah sudah sangat lembap.
Tingkat kegagalan budidaya cabai pada
musim penghujan yang tinggi ini, jelas akan memicu tingginya harga cabai
pada musim penghujan pula. Hingga rata-rata harga cabai antara bulan
Desember sampai dengan Maret akan selalu lebih tinggi dibanding harga
rata-rata antara bulan Juli sampai dengan Oktober. Itulah sebabnya
apabila budidaya cabai pada musim penghujan mampu menghasilkan produksi
normal, maka keuntungan yang akan diraih petani, lebih tinggi daripada
budidaya pada musim kemarau. Normalnya, hasil cabai pada petani
tradisional adalah 6 ons per tanaman per musim tanam (selama periode
panen sekitar 3 bulan). Pada pertanian modern 1 kg. per tanaman per
musim tanam. Kalau hasil ini bisa diraih, maka keuntungan petani akan
cukup baik.
Namun budidaya cabai pada musim penghujan juga
menuntut biaya yang tinggi pula. Petani tradisional maupun modern, harus
mengeluarkan biaya ekstra untuk pembelian pestisida. Terutama fungisida
dan bekterisida guna menanggulangi fusarium dan pseudomonas. Intensitas
penyemprotan ini pada puncak musim penghujan akan sedemikian tingginya.
Apabila pagi hari sekitar pukul tujuh hujan, maka pukul sembilan harus
disemprot. Kalau kemudian pada pukul sebelas kembali hujan, setelah
hujan reda harus disemprot kembali. Misalnya pukul dua siang kembali
hujan, maka pukul empat sore harus kembali disemprot. Andaikata hujan
demikian terjadi terus-menerus selama sekitar satu minggu, maka petani
akan bangkrut karena biaya pestisida tidak mungkin tertanggulangi lagi
dari hasil panen. Namun sebaliknya kalau tanaman tidak disemprot juga
akan mati terserang penyakit.
Petani, baik petani tradisional
maupun modern, menyiasati kondisi demikian dengan menaungi bedeng
tanaman mereka dengan plastik bening. Caranya, mereka membuat kerangka
bambu berbentuk melengkung dan memanjang sepanjang bedengan cabai. Di
atas kerangka bambu itu dipasang plastik bening. Harga plastik bening
demikian (lebar 1,5 m sd 2,5 m), antara Rp 1.000,- sd. Rp 15.000,- per
meter tergantung kualitasnya. Petani yang rajin, akan membuat konstruksi
bambu dan tudung plastik ini bisa dibuka dan ditutup. Hingga apabila
hujan turun dan juga pada malam hari, tudung plastik akan ditutupkan.
Sebaliknya pada siang hari ketika panas, plastik dibuka. Hal demikian
juga dilakukan oleh para petani Taiwan untuk tanaman cabai dan melon.
Biaya plastik dan kerangka bambu ini masih bisa tertanggulangi oleh
hasil panen.
Para petani tradisional, biasanya akan memilih
plastik dengan harga termurah, yakni Rp 1.000,- per m. yang diperkirakan
akan mempu menaungi antara 4 sd. 6 individu tanaman. Ditambah dengan
biaya bambu dan tenaga kerja, biaya naungan per meternya akan mencapai
Rp 1.200,- Kalau biaya ini dibagi untuk empat tanaman, maka jatuhnya per
tanaman Rp 300,- Kalau dibagi untuk 6 tanaman, maka jatuhnya hanya Rp
200,- Biaya ini masih bisa ditutup oleh hasil panen. Sebab dengan adanya
tudung plastik, maka biaya pestisida bisa diminimalkan. Meskipun hujan
turun terus sepanjang hari selama satu minggu, tanaman cukup disemprot
sekali guna membebaskannya dari fusarium dan pseudomonas. Para petani
modern yang biasa menggunakan mulsa plastik hitam perak, tinggal
mengalihkan biaya mulsanya menjadi biaya untuk tudung. Hingga praktis
para petani modern tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan. Sebab biaya
untuk konstruksi bambu, bisa diambil dari selisih harga antara plastik
bening yang murah, dengan mulsa hitam perak yang relatif mahal.
Selain
penggunaan plastik bening sebagai tudung bedeng penanaman, budidaya
cabai pada musim penghujan juga masih perlu memperhatikan beberapa hal.
Pertama, sebaiknya kita memilih jenis cabai yang relatif tahan terhadap
kelembapan udara. Jenis cabai keriting misalnya, relatif lebih tahan
kelembapan dibanding dengan cabai merah besar. Lokasi penanaman juga
harus dipilih yang belum tercemar oleh fusarium dan pseudomonas. Sebagai
pedoman, petani harus tahu betul bahwa petak lahan tersebut selama
paling tidak dua tahun terakhir, tidak ditanami cabai, terung, tomat,
kentang dll. tanaman sejenis, yang kemungkinan bisa menjadi sumber
penyakit fusarium maupun pseudomonas. Lahan juga berdrainase cukup baik.
Seandainya lahan terletak di lokasi yang berlereng, juga tetap perlu
dibangun terasering dan saluran air untuk menghindari genangan. Lahan
yang bernaungan rumpun pisang, albisia atau tanaman keras lainnya
sebaiknya dihindarkan. Sebab naungan itu akan meningkatkan kelembapan
udara yang potensial memicu datangnya penyakit.
Meskipun harga
cabai pada musim penghujan bisa relatif lebih tinggi dibanding pada
musim kemarau, namun pasokan yang berlebihan juga akan tetap menjatuhkan
harga. Hingga strategi penanaman perlu dilakukan. Kalau lahan yang akan
ditanami cabai pada musim penghujan ini mencapai luasan di atas dua
hektare, maka penanaman tidak bisa dilakukan sekaligus. Secara bertahap
lahan dibuka dan ditanami 2.000 meter per angkatan setiap minggu. Hingga
panen tidak akan terjadi serentak. Meskipun periode panen cabai dari
tanaman yang seumur pun, akan terjadi secara bertahap selama sekitar
tiga bulan. Namun dengan pentahapan pola tanam demikian, saat mulai dan
akhir panen bisa diatur hingga hasilnya tidak melimpah di pasaran. Kalau
pada awal November kita membuka lahan seluas 2.000 m, kemudian disusul
pada minggu berikutnya 2.000 m, maka lahan dua hektare itu akan habis
tertanami pada pertengahan Januari. Areal penanaman Januari ini akan
habis dipanen pada bulan Mei ketika harga cabai mulai merosot.
Volume
buah cabai hasil penanaman pada musim penghujan, relatif lebih kecil
dibanding dengan penanaman pada musim kemarau. Namun bobotnya justru
lebih tinggi. Sebab kadar air buah cabai pada musim penghujan, memang
lebih tinggi dibanding buah yang dihasilkan pada penanaman pada musim
kemarau. Bobot yang relatif lebih tinggi ini, akan memberikan dampak
keuntungan yang lebih besar bagi para petani. Kelemahannya, daya tahan
buah cabai hasil penanaman musim penghujan, lebih rendah dibanding buah
cabai hasil panen musim kemarau. Hingga penanganan pasca panen mulai
dari pengemasan dan pengangkutan, lebih memerlukan perhatian. Yang
jelas, resiko budidaya cabai pada musim penghujan memang cukup tinggi.
Namun resiko itu juga diimbangi dengan harga yang umumnya lebih baik
dibanding harga cabai pada musim kemarau.
Discussion